Per Ardua Ad Astra

Wednesday, August 31, 2016

Puncak Gunung Slamet (3.428 mdpl)


Untuk Indonesia, berkibarlah sang merah putih.
Halo pembaca, kali ini gue mau share pengalaman gue ke puncak Gunung Slamet, perjalananya lumayan panjang guys, mulai dari nyari temen barengan, rencana perjalanan yang menantang, dan pendakian bersama kawan baru. Pendaki yang awam seperti gue emang selalu kesepian buat nyari temen, harus aktif tanya kesana-kemari. Selain itu, ditambah perjalanan ke kota orang, juga lebih menantang di saat gue baru kali pertama ke basecamp Bambangan, Purbalingga. Mulai dari nyari bis, terlantar, dan dapat host yang baik hati, semuanya ngga bisa dilupain begitu saja. Terlepas dari itu, pendakian kali emang cukup familiar yaitu pendakian massal merah putih, dimana para pesertanya nanti akan mengibarkan bendera Indonesia di puncak gunung tertinggi di Jawa Tengah, yaitu 3.428 mdpl. Dengan peserta hampir 60 orang dari pendakian massal tersebut, tentunya pendakian semakin ramai ditambah dari peserta lain, suasananya pun berubah menjadi bukan pendakian, akan tetapi pasar malem, saking banyaknya lampu senter di sepanjang jalur pendakian saat dini hari, terangnya pun mengalahkan terangnya sang bintang-bintang. Pokoknya ngga nyesel pas menyaksikan momen tersebut. Oke guys, langsung ke kisah perjalanan gue dari awal sampai gue bisa ke puncak Gunung Slamet dan mengibarkan bendera Indonesia tercinta, simak berikut ini:

Perjalanan dari Jogja ke Bambangan-Purbalingga

Buat yang awam kaya gue, gue yakin perjalanan dari kota tempat tinggal ke tujuan menjadi tantangan tersendiri. Perjalanan gue pun cukup menyedihkan dan menyenangkan, ibarat paketan ya paket komplit dah. Oke, perjalanan gue kali ini ngga sendiri, tentunya dibersamai oleh temen-temen gue yang baru, baru kenal setelah mendaftar sebagai peserta pendakian massal Gunung Slamet. Kenapa bisa kenal? Sebelum mendaftar, gue pastinya tanya-tanya ke panitianya, terkait dari teknis, layanannya, biaya, dan tentunya tanya peserta dari daerah asal yang sama. Nah, dari situlah, gue dapat kontak peserta yang berasal dari Jogja dan langsung gue kontak satu per satu, ngobrol basa-basi lewat sosial media, sampai janjian ke berangkat bareng di meeting point stasiun Jombor.
Perjalanan pun dimulai, perjalanan menuju basecamp Bambangan Purbalingga kami dimulai dari Terminal Jombor. Dari Terminal Jombor, tepatnya jam 15.30 waktu setempat, kami naik bis ekonomi arah ke Terminal Magelang, waktu tempuh yang dihabiskan sekitar 90 menit dengan biayan Rp. 12.000,00 per orang, kemudian nunggu sampai ada bis ekonomi yang mengarah ke Pertigaan Secang dan biayanya Rp. 5.000,00 per orang dengan waktu tempuh bis sekitar 30 menit. Sampainya di Pertigaan Secang, jam sudah menunjukkan arah jarum ke 5 sore, kami pun agak sedikit kewalahan di Pertigaan Secang, mulai dari nunggu bis arah ke Purbalingga sekitar 30 menit, namun penantian yang lama kian tak mereda, akhirnya kami terhasut oleh beberapa oknum kernet yang menyarankan kami untuk naik bisnya ke arah Wonosobo dan tuturnya langsung bisa lanjut naik bis arah Purbalingga sesampainya di Wonosobo. Namun, setelah kami naik bis tersebut selama 15 menit dengan biaya Rp. 5.000,00 per orang, kami memutuskan turun di Persimpangan Kranggan dengan dalil salah satu teman kami akan bertemu di Persimpangan Kranggan. Dalil kami memang asli apa adanya, salah satu dari temennya temen gue berangkat dari Semarang dan memang dari awal sudah janjian ketemu di Pertigaan Secang, tapi karena terhasut dengan omongan sang oknum kernet, seperti inilah jadinya, kami terdampar di Persimpangan Kranggan. Selama kurang lebih 1 jam menunggu di Persimpangan Kranggan, akhirnya bis yang ditumpangi oleh teman kami yang berangkat dari Semarang sampai juga, kami pun bergegas naik bis tersebut yang mengarah ke Terminal Purbalingga. Sekitar 3 jam perjalanan kami lewatkan di dalam bis tersebut dengan merogoh kocek sebesar Rp. 40.000,00 per orang, kami pun sampai di Terminal Purbalingga.

Photo credit by Adi Suseno.
Perjalanan belum berakhir, sesampainya di Terminal Purbalingga, kami langsung dijemput oleh salah satu teman dari kami yang nantinya menjadi host kami selama di Purbalingga, syukurlah setidaknya bisa berhemat terkait penginapan dan konsumsi selama di Purbalingga. Tanpa ada niat memanfaatkan, keluarganya memang super baik, mulai dari penginapan, konsumsi, dan transportasi pun sudah disediakan untuk menuju ke basecamp Bambangan yang jaraknya sekitar 90 menit. Rumah tersebutlah yang akan menjadi tempat tinggal kami sebelum dan sesudah pendakian massal berlangsung.

Rumah host kami, sederhana dan bahagia.

Beraksi mendaki!

Basecamp Bambangan
Setelah melakukan perjalanan sekitar 90 menit dari rumah host kami di Purbalingga, akhirnya kami sampai di basecamp Bambangan, Purbalingga. Basecamp Bambangan merupakan salah satu tempat transit bagi para pendaki sebelum melakukan pendakian. Inilah tempat dimana kita bisa mempersiapkan perlengkapan mendaki, termasuk hal-hal yang sepele seperti buang air besar (BAB) sebelum bertahan hidup di alam selama 2 hari 1 malam.




Pos 1 Pondok Gembirung
(2.037 mdpl)
Pendakian dari basecamp Bambangan menuju Pos 1 Pondok Gembirung (2.037 mdpl) membutuhkan waktu sekitar 90 menit dengan medan tanah dan banyak pertanian warga di sekitar lereng. Di sepanjang perjalanan juga belum terlalu berat karena masih sedikit tanjakan yang curam dan ditambah di beberapa spot tersedia warung-warung yang menjual berbagai makanan dan minuman. Warung-warung tersebut tersedia di hampir setiap Pos 1 sampai Pos 7. Lanjut dari Pos 1 menuju ke Pos 2 Pondok Walang (2.256 mdpl) memakan waktu sekitar 30 menit dengan medan yang hampir sama dengan sebelumnya dan tentunya ada warung dimana kita bisa menikmati secangkir kopi panas dan gorengan yang hangat. Terkait dengan harga, harganya pasti di atas harga normal karena butuh biaya angkut dari basecamp menuju pos-pos yang dituju, semakin tinggi posnya maka semakin tinggi pula harganya. Untuk beberapa kasus, saya menyempatkan mampir di Pos 1 dan Pos 2 untuk membeli makanan yang dibanderol dengan harga yang sama yaitu gorengan Rp. 2.000,00 per gorengan dan harga buah pisang Rp. 3.000,00 per buah.

Pos 2 Pondok Walang
(2.256 mdpl)
Pos 3 Pondok Cemara
(2.510 mdpl)

Pos 4 Pondok Samarantu (2.688 mdpl)
Perjalanan selanjutnya, Pos 2 menuju Pos 3 Pondok Cemara (2.510 mdpl) dengan jarak tempuh skeitar 60 menit dengan medan yang sama dengan sebelumnya dan tentunya jalan yang dihadapi mulai menanjak ke atas dan cukup berat. Kemudian dilanjutkan dari Pos 3 menuju Pos 4 Pos Pondok Samarantu (2.688 mdpl) dengan waktu perjalanan sekitar 45 menit, pos yang terkenal angker ini terlihat biasa saja dan sangat asri dengan banyaknya pohon-pohon yang besar dan rindang. Tanpa ada pikiran negative, perjalanan langsung berlanjut ke pos berikutnya, yaitu Pos 5 Samyang Rangkah (2.972 mdpl) dengan jarak tempuh sekitar 30 menit dari pos 4 dan medannya cukup berat. Di Pos 5 ini, kami mendirikan tenda kelompok di lapangan yang cukup luas, tapi tetap waspada saat pendakian liburan seperi ini, karena banyak pendaki banyak pula tenda yang sudah berdiri.

Pos 5 Samyang Rangkah (2.972 mdpl)
Pos 6 Samyang Ketebonan (2.909 mdpl)
Dari basecamp Bambangan berangkat jam 9 pagi dan sesampainya di Pos 5 jam 5 sore. Kami pun bergegas mendirikan tenda dan masak-masak. Masakan kali ini sangat spesial buat gue, yaitu mie instan, yang sering harus gue hindari malah menjadi makanan bersama di tenda yang cukup untuk 5 pendaki. Dengan lahapnya dan penuh prasangka baik, gue pun menikmatinya tanpa menghiraukan kesehatan setelah turun dari gunung, haha. Setelah rehat dan makan malam, kami langsung bergegas istirahat malam agar dini hari bisa langsung meneruskan perjalanan ke puncak Gunung Slamet.

Pos 7 Samyang Kendit
(2.040 mdpl)
Pos 8 Samyang Jampang
(3.092 mdpl)

Pos 9 Plawangan
Jam 02.30 dini hari, tepatnya tanggal 17 Agustus 2016, kami langsung mempersiapkan perlengkapan menuju puncak dan jam 03.00 dini hari kami memulai perjalanan dari Pos 5 menuju Pos 6 Samyang Ketebonan (2.909 mdpl), Pos 7 Samyang Kendit (3.040 mdpl), Pos 8 Samyang Jampang (3.092 mdpl), dan Pos 9 Plawangan, dengan jarak tempuh sekitar 2 jam. Perlu diperhatikan bahwa di sepanjang jalur pendakian Pos 8 ke Pos 9 dan Pos 9 ke Puncak merupakan daerah non vegetasi, tidak ada tumbuhan lebat, hanya tumbuhan edelweiss dan sejenisnya, serta medannya berbatu. Sampai di puncak sekitar jam 5 pagi, dan langsung mencari spot yang bagus buat menyaksikan sunrise dari ketinggian 3.428 mdpl. Perlu diperhatikan bahwa suhu di puncak Slamet sangat dingin pada jam tersebut, gue yang pake jaket gunung tebel, celana jeans, dan sepatu gunung serta tas gendong saja masih merasakan kedinginan, apalagi yang perlengakapannya kurang dari itu, bisa-bisa kena hipotermia.
Sunrise di Puncak Gunung Slamet (3.428 mdpl)
Matahari terbit di puncak gunung Slamet memang tiada duanya selain menempati posisi puncak tertinggi di Jawa Tengah, kita bisa melihat puncak-puncak gunung yang berada di sekelilingnya seperti Puncak Gunung Sindoro-Sumbing, Merapi, Merbabu, dan sebagainya. Bersyukur atas ciptaan Tuhan YME akan menambah nikmat kita dalam menyaksikan munculnya matahari dari ufuk timur. Kemudian, kami langsung bergabung dengan para pendaki lain dan mengikuti upacara bendera merah putih dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sungguh, rasanya terharu bisa menyanyikan lagu kebangsaan di atas puncak sembari mengenang perjuangan pahlawan Indonesia dalam mengibarkan bendera kemerdekaan. Hanya doa dari kami yang bisa mengantarkan kebahagiaan para pahlawan Indonesia di rumah Tuhan YME. Semoga apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dapat segera terlaksana dengan lebih baik dan semoga generasi bangsa Indonesia mempunyai rasa nasionalisme yang lebih besar ke depannya.

Kiri ke kanan (atas): Mas Ridwan, Mas Yanto, Adi, Yeyen, Fandi
kiri ke kanan (bawah): Mba Surna, Eka, Ari





0 comments:

Post a Comment