Pembicara sedang memberikan materi kesehatan reproduksi. |
Sesuai dengan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggunggjawab. Guru merupakan tenaga pendidik yang
mempunyai tugas membimbing, membelajarkan, dan melatih peserta didik. Oleh
karena itu, guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem pendidikan
nasional.
Sebagai wujud tanggung jawab terhadap
kemajuan pendidikan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY mempunyai visi
yaitu mewujudkan pelayanan pendidikan yang optimal untuk mencapai kemandirian
anak-anak berkebutuhan khusus dan didukung oleh salah satu misinya adalah
meningkatkan relevansi daya saing Pendidikan Khusus (PK) dan Pendidikan Layanan
Khusus (PLK). Anak berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan secara khusus
dalam segi fisik, mental, maupun sosial, sehingga diperlukan layanan pendidikan
khusus sesuai dengan kelainannya.
Oleh karena itu, Dinas Pendidikan,
Pemuda, dan Olahraga DIY melaksanakan pendidikan kesehatan reproduksi bagi
guru-guru yang menangani anak berkebutuhan khusus sebagai wahana pengembangan,
peningkatan, dan pelayanan yang prima dalam pembelajaran khususnya kesehatan reproduksi
kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Pendidikan kesehatan reproduksi
tersebut dilaksanakan di University Hotel (Hotel UIN) Yogyakarta yang beralamat
di jalan Anggrek 137 D (Jalan Adisutjipto Km 10), Sambilegi, Maguwoharjo,
Depok, Sleman, Yogyakarta, mulai tanggal 08 s.d. 13 Agustus 2016. Peserta dari
pendidikan kesehatan resproduksi yaitu 76 orang guru yang menangani kesehatan
reproduksi di SLB se-DIY. Adapun narasumbernya yaitu terdiri dari penceramah
umum dari Dinas Dikpora, narasumber ahli dari PKBI DIY dan Lembaga Rifka
Annisa, narasumber atau instruktur dari Dinas Dikpora DIY, Dinas Kesehatan,
UNY, Polda DIY, SLB Karnnamanohara, dan SLB Negeri 1 Bantul.
Pentingnya pendidikan kesehatan
reproduksi bagi ABK di SLB
Seseorang berkebutuhan khusus yang
memiliki kekurangan dan tidak diterima di masyarakat oleh masyarakat sekitar
akan mengalami rasa rendah diri. Pada saat kondisi tersebut, apabila seseorang
masuk ke dalam kehidupannya dan menerima apa adanya, maka seseorang
berkebutuhan khusus tersebut akan merasa terbuka dan merasa dirinya dihargai.
Namun, untuk beberapa kasus pelecehan seksual, orang-orang yang tidak
bertanggungjawab akan memanfaatkan kondisi tersebut dengan memberikan rayuan
atau bujukan bahkan mengancamnya agar seseorang berkebutuhan khusus mau
melakukan apa yang diinginkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Dewasa ini, kasus tersebut merupakan pelecehan seksual, yaitu adanya unsur
paksaan, bujukan, dan/atau rayuan dalam aktivitas seksual. Selain itu,
pelecehan seksual terjadi karena kurangnya pemahaman pendidikan seksual yang
meliputi cara merawat alat reproduksi, cara mengontrolnya, penyakit yang dapat
menular, dan batasan-batasan dalam alat reproduksi. Oleh karena itu, seseorang
berkebutuhan khusus lebih rentan dengan pelecehan seksual.
Strategi pembelajaran kesehatan
reproduksi bagi ABK
Pembelajaran reproduksi bagi ABK di
sekolah khusus tidak mudah diajarkan. Hal tersebut perlu penyesuaian dalam
proses KBM-nya, seperti penggunaan media yang konkret dan bahkan dengan metode
demonstrasi atau praktek. Dalam
pembelajaran reproduksi juga diharuskan menggunakan istilah ilmiah atau
sebenarnya, seperti penis dan vagina. Pembelajaran harus dilakukan di ruang
tertutup dan adanya aturan yang mengikat dalam pembelajaran kespro tersebut,
seperti bersikap terbuka, menghargai, rahasia, dan bertanggungjawab.
Permasalahan atau kasus di SLB yaitu
banyaknya ABK yang tidak dapat mengontrol batasan-batasan aktivitas seksual,
seperti berciuman, bergandengan tangan, berpelukan, dan berhubungan badan. Dalam
ruang kelas juga bisa terjadi, seperti ABK memeluk satu guru dengan erat dan
selalu bertanya tentang keberadaan gurunya. Dalam kasus ini, guru perlu
meregulasi permasalahan tersebut dengan cara memberikan pendidikan kespro atau
memberikan kegiatan peralihan bagi ABK. Guru juga harus peka terhadap aktivitas
yang dilakukan oleh siswa, bebrapa gejala permasalahan seksual biasanya muncul
saat siswa berusia remaja dan gejala-gejala yang muncul dapat diamati melalui
perubahan fisik, emosi, tingkah laku, dan perhatian siswa.
Gender
Gender merupakan status pada jenis
kelamin tertentu berdasarkan nilai budaya dan sosial. Contoh gender yaitu dalam
pekerjaan yang menganggap bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki,
sehingga terbatasnya lapangan pekerjaan yang mengkotak-kotakan untuk laki-laki
dan perempuan, seperti pekerja bangunan cenderung hanya untuk kaum laki-laki
dan pekerjaan rumah tangga untuk kaum perempuam. Pandangan terhadap gender ini
juga menjadi faktor penting dalam kasus pelecehan seksual yang sering terjadi
pada perempuan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor mengapa perempuan lebih
banyak menjadi korban pelecehan seksual daripada laki-laki.
0 comments:
Post a Comment