Per Ardua Ad Astra

Saturday, August 20, 2016

Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Pembicara sedang memberikan materi kesehatan reproduksi.
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan  membentuk peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggunggjawab. Guru merupakan tenaga pendidik yang mempunyai tugas membimbing, membelajarkan, dan melatih peserta didik. Oleh karena itu, guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional.
Sebagai wujud tanggung jawab terhadap kemajuan pendidikan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY mempunyai visi yaitu mewujudkan pelayanan pendidikan yang optimal untuk mencapai kemandirian anak-anak berkebutuhan khusus dan didukung oleh salah satu misinya adalah meningkatkan relevansi daya saing Pendidikan Khusus (PK) dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK). Anak berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan secara khusus dalam segi fisik, mental, maupun sosial, sehingga diperlukan layanan pendidikan khusus sesuai dengan kelainannya.
Oleh karena itu, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY melaksanakan pendidikan kesehatan reproduksi bagi guru-guru yang menangani anak berkebutuhan khusus sebagai wahana pengembangan, peningkatan, dan pelayanan yang prima dalam pembelajaran khususnya kesehatan reproduksi kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Pendidikan kesehatan reproduksi tersebut dilaksanakan di University Hotel (Hotel UIN) Yogyakarta yang beralamat di jalan Anggrek 137 D (Jalan Adisutjipto Km 10), Sambilegi, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, mulai tanggal 08 s.d. 13 Agustus 2016. Peserta dari pendidikan kesehatan resproduksi yaitu 76 orang guru yang menangani kesehatan reproduksi di SLB se-DIY. Adapun narasumbernya yaitu terdiri dari penceramah umum dari Dinas Dikpora, narasumber ahli dari PKBI DIY dan Lembaga Rifka Annisa, narasumber atau instruktur dari Dinas Dikpora DIY, Dinas Kesehatan, UNY, Polda DIY, SLB Karnnamanohara, dan SLB Negeri 1 Bantul.
Pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi ABK di SLB
Seseorang berkebutuhan khusus yang memiliki kekurangan dan tidak diterima di masyarakat oleh masyarakat sekitar akan mengalami rasa rendah diri. Pada saat kondisi tersebut, apabila seseorang masuk ke dalam kehidupannya dan menerima apa adanya, maka seseorang berkebutuhan khusus tersebut akan merasa terbuka dan merasa dirinya dihargai. Namun, untuk beberapa kasus pelecehan seksual, orang-orang yang tidak bertanggungjawab akan memanfaatkan kondisi tersebut dengan memberikan rayuan atau bujukan bahkan mengancamnya agar seseorang berkebutuhan khusus mau melakukan apa yang diinginkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Dewasa ini, kasus tersebut merupakan pelecehan seksual, yaitu adanya unsur paksaan, bujukan, dan/atau rayuan dalam aktivitas seksual. Selain itu, pelecehan seksual terjadi karena kurangnya pemahaman pendidikan seksual yang meliputi cara merawat alat reproduksi, cara mengontrolnya, penyakit yang dapat menular, dan batasan-batasan dalam alat reproduksi. Oleh karena itu, seseorang berkebutuhan khusus lebih rentan dengan pelecehan seksual.
Strategi pembelajaran kesehatan reproduksi bagi ABK
            Pembelajaran reproduksi bagi ABK di sekolah khusus tidak mudah diajarkan. Hal tersebut perlu penyesuaian dalam proses KBM-nya, seperti penggunaan media yang konkret dan bahkan dengan metode demonstrasi atau praktek.  Dalam pembelajaran reproduksi juga diharuskan menggunakan istilah ilmiah atau sebenarnya, seperti penis dan vagina. Pembelajaran harus dilakukan di ruang tertutup dan adanya aturan yang mengikat dalam pembelajaran kespro tersebut, seperti bersikap terbuka, menghargai, rahasia, dan bertanggungjawab.
Permasalahan atau kasus di SLB yaitu banyaknya ABK yang tidak dapat mengontrol batasan-batasan aktivitas seksual, seperti berciuman, bergandengan tangan, berpelukan, dan berhubungan badan. Dalam ruang kelas juga bisa terjadi, seperti ABK memeluk satu guru dengan erat dan selalu bertanya tentang keberadaan gurunya. Dalam kasus ini, guru perlu meregulasi permasalahan tersebut dengan cara memberikan pendidikan kespro atau memberikan kegiatan peralihan bagi ABK. Guru juga harus peka terhadap aktivitas yang dilakukan oleh siswa, bebrapa gejala permasalahan seksual biasanya muncul saat siswa berusia remaja dan gejala-gejala yang muncul dapat diamati melalui perubahan fisik, emosi, tingkah laku, dan perhatian siswa.
Gender
            Gender merupakan status pada jenis kelamin tertentu berdasarkan nilai budaya dan sosial. Contoh gender yaitu dalam pekerjaan yang menganggap bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki, sehingga terbatasnya lapangan pekerjaan yang mengkotak-kotakan untuk laki-laki dan perempuan, seperti pekerja bangunan cenderung hanya untuk kaum laki-laki dan pekerjaan rumah tangga untuk kaum perempuam. Pandangan terhadap gender ini juga menjadi faktor penting dalam kasus pelecehan seksual yang sering terjadi pada perempuan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor mengapa perempuan lebih banyak menjadi korban pelecehan seksual daripada laki-laki.


0 comments:

Post a Comment