Selamat tahun baru 2016…
Marilah buka dengan mimpi, aksi,
dan doa!
 |
The house of Martha Tilaar dari depan |
Mengawali
tahun baru dengan rekan-rekan SMP Muhammadiyah 2 Kebumen, yaitu Wiwi dan Windy.
Wiwi merupakan alumnus Manajemen Pendidikan UNY dan Windy merupakan alumnus
Pend. Elektro Unnes. Mereka yang masih setia di Kebumen dengan pekerjaan
masing-masing, memberikan kesempatan untuk saya bertemu dan berbicara satu sama
lain, mulai dari curhat, mengenang masa lalu, dan sebagainya. Tanpa panjang
lebar, kami memulai perjalanan bersama yaitu mengunjungi The House of Martha Tilaar, yaitu rumah bersejarah dari nenek
moyang Martha Tilaar yang bertempat di daerah Gombong, Kebumen.
 |
Bangunan samping untuk keturunan dari anak perempuan. |
Dengan biaya
masuk Rp. 5.000 (pelajar), Rp. 15.000 (pengunjung lokal), dan Rp. 25.000 (pengunjung
non-lokal), kita bisa berekreasi sekaligus belajar sejarah dari silsilah
keluarga Martha Tilaar, sejarah bangunan rumahnya, dokumentasi keluarga,
perkakas rumah tangga, fungsi dari setiap sudut bangunan, dan sebagainya.
Sekilas yang saya dapatkan adalah rumah tersebut adalah rumah warisan nenek
moyang Martha Tilaar atas nama keluarga Handana (pak de bu Martha Tilaar).
Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1920 dengan seni arsitek yang unik.
Bangunan tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu satu bagian rumah utama dan
dua rumah samping. Rumah utama ditempati oleh keturunan laki-laki dari nenek
moyang bu Martha Tilaar, sedangkan rumah samping ditempati oleh keturunan
perempuannya, seperti rumah samping yang pernah ditempati bu Martha dari lahir
sampai umur 11 tahun, kemudian pindah ke Batavia (sekarang: Jakarta). Ternyata,
bu Martha asli kelahiran Gombong, Kebumen. Setiap sudut mempunyai cerita
masing-masing dan sebagian besar perkakas rumah tangganya masih asli dari jaman
dahulu.
 |
Ruang tamu dengan properti asli yang sudah diperbaiki. |
Yang membuat
menarik adalah seni arsiteknya, rumah ala Belanda dengan
jubin (keramik) jaman dulu yang saya yakin sekarang tidak ada yang
memproduksinya dan ruangan yang sederhana, benar-benar telah memanggil memori
saya untuk mempunyai rumah dengan desain seperti jaman dulu, bagi saya jaman
dulu adalah bukan masalah tertinggal zaman, tetapi bagaimana kita menghargai
sejarah dan bangga atas sejarah tersebut. Yah, sangat miris ketika orang-orang
yang mempunyai rumah warisan jaman dulu terlena akan era global dan
merenovasinya dengan arsitektur yang modern atau terkini.
Kembali lagi
ke Rumah Martha Tilaar, rumah tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat
rekreasi bersejarah, tetapi juga mempunyai program kerja yang melibatkan dan
mendayagunakan masyarakat sekitar yang dikemas dalam periode tahunan. Program
kerjanya terdiri dari empat aspek, saya lupa aspek-aspeknya. Salah satunya
yaitu kegiatan memperingati hari raya imlek yang dihadiri oleh masyarakat umum,
mereka yang non-Tionghoa akan belajar kebudayaan dan kebiasaan orang-orang Tionghoa
pada saat imlek, seperti contoh masakannya. Selain itu juga ada program menanam
mangrove di sekitar daerah pesisir Kebumen. Yap, apapun yang dilakukan mereka,
asalkan positif dan memberikan manfaat kepada masyarakat umum dengan baik, saya
doakan akan terus berlanjut. Aamiin J
 |
Adi Suseno di area ruang makan. |
 |
Windi dan Wiwi di area depan rumah (teras). |
0 comments:
Post a Comment