 |
Untuk Indonesia, berkibarlah sang merah putih. |
Halo
pembaca, kali ini gue mau share
pengalaman gue ke puncak Gunung Slamet, perjalananya lumayan panjang guys, mulai dari nyari temen barengan,
rencana perjalanan yang menantang, dan pendakian bersama kawan baru. Pendaki
yang awam seperti gue emang selalu kesepian buat nyari temen, harus aktif tanya
kesana-kemari. Selain itu, ditambah perjalanan ke kota orang, juga lebih
menantang di saat gue baru kali pertama ke basecamp Bambangan, Purbalingga. Mulai
dari nyari bis, terlantar, dan dapat host
yang baik hati, semuanya ngga bisa dilupain begitu saja. Terlepas dari itu,
pendakian kali emang cukup familiar yaitu pendakian massal merah putih, dimana
para pesertanya nanti akan mengibarkan bendera Indonesia di puncak gunung
tertinggi di Jawa Tengah, yaitu 3.428 mdpl. Dengan peserta hampir 60 orang dari
pendakian massal tersebut, tentunya pendakian semakin ramai ditambah dari
peserta lain, suasananya pun berubah menjadi bukan pendakian, akan tetapi pasar
malem, saking banyaknya lampu senter di sepanjang jalur pendakian saat dini
hari, terangnya pun mengalahkan terangnya sang bintang-bintang. Pokoknya ngga
nyesel pas menyaksikan momen tersebut. Oke guys, langsung ke kisah perjalanan
gue dari awal sampai gue bisa ke puncak Gunung Slamet dan mengibarkan bendera Indonesia
tercinta, simak berikut ini:
Perjalanan
dari Jogja ke Bambangan-Purbalingga
Buat
yang awam kaya gue, gue yakin perjalanan dari kota tempat tinggal ke tujuan
menjadi tantangan tersendiri. Perjalanan gue pun cukup menyedihkan dan
menyenangkan, ibarat paketan ya paket komplit dah. Oke, perjalanan gue kali ini
ngga sendiri, tentunya dibersamai oleh temen-temen gue yang baru, baru kenal
setelah mendaftar sebagai peserta pendakian massal Gunung Slamet. Kenapa bisa
kenal? Sebelum mendaftar, gue pastinya tanya-tanya ke panitianya, terkait dari
teknis, layanannya, biaya, dan tentunya tanya peserta dari daerah asal yang
sama. Nah, dari situlah, gue dapat kontak peserta yang berasal dari Jogja dan
langsung gue kontak satu per satu, ngobrol basa-basi lewat sosial media, sampai
janjian ke berangkat bareng di meeting
point stasiun Jombor.
Perjalanan
pun dimulai, perjalanan menuju basecamp Bambangan Purbalingga kami dimulai dari
Terminal Jombor. Dari Terminal Jombor, tepatnya jam 15.30 waktu setempat, kami
naik bis ekonomi arah ke Terminal Magelang, waktu tempuh yang dihabiskan
sekitar 90 menit dengan biayan Rp. 12.000,00 per orang, kemudian nunggu sampai
ada bis ekonomi yang mengarah ke Pertigaan Secang dan biayanya Rp. 5.000,00 per
orang dengan waktu tempuh bis sekitar 30 menit. Sampainya di Pertigaan Secang,
jam sudah menunjukkan arah jarum ke 5 sore, kami pun agak sedikit kewalahan di Pertigaan
Secang, mulai dari nunggu bis arah ke Purbalingga sekitar 30 menit, namun
penantian yang lama kian tak mereda, akhirnya kami terhasut oleh beberapa oknum
kernet yang menyarankan kami untuk naik bisnya ke arah Wonosobo dan tuturnya
langsung bisa lanjut naik bis arah Purbalingga sesampainya di Wonosobo. Namun,
setelah kami naik bis tersebut selama 15 menit dengan biaya Rp. 5.000,00 per orang,
kami memutuskan turun di Persimpangan Kranggan dengan dalil salah satu teman
kami akan bertemu di Persimpangan Kranggan. Dalil kami memang asli apa adanya,
salah satu dari temennya temen gue berangkat dari Semarang dan memang dari awal
sudah janjian ketemu di Pertigaan Secang, tapi karena terhasut dengan omongan
sang oknum kernet, seperti inilah jadinya, kami terdampar di Persimpangan
Kranggan. Selama kurang lebih 1 jam menunggu di Persimpangan Kranggan, akhirnya
bis yang ditumpangi oleh teman kami yang berangkat dari Semarang sampai juga,
kami pun bergegas naik bis tersebut yang mengarah ke Terminal Purbalingga. Sekitar
3 jam perjalanan kami lewatkan di dalam bis tersebut dengan merogoh kocek
sebesar Rp. 40.000,00 per orang, kami pun sampai di Terminal Purbalingga.
 |
Photo credit by Adi Suseno. |
Perjalanan
belum berakhir, sesampainya di Terminal Purbalingga, kami langsung dijemput
oleh salah satu teman dari kami yang nantinya menjadi host kami selama di Purbalingga, syukurlah setidaknya bisa berhemat
terkait penginapan dan konsumsi selama di Purbalingga. Tanpa ada niat memanfaatkan,
keluarganya memang super baik, mulai dari penginapan, konsumsi, dan
transportasi pun sudah disediakan untuk menuju ke basecamp Bambangan yang
jaraknya sekitar 90 menit. Rumah tersebutlah yang akan menjadi tempat tinggal
kami sebelum dan sesudah pendakian massal berlangsung.
 |
Rumah host kami, sederhana dan bahagia. |
Beraksi
mendaki!
 |
Basecamp Bambangan |
Setelah
melakukan perjalanan sekitar 90 menit dari rumah host kami di Purbalingga, akhirnya kami sampai di basecamp
Bambangan, Purbalingga. Basecamp Bambangan merupakan salah satu tempat transit
bagi para pendaki sebelum melakukan pendakian. Inilah tempat dimana kita bisa mempersiapkan
perlengkapan mendaki, termasuk hal-hal yang sepele seperti buang air besar (BAB)
sebelum bertahan hidup di alam selama 2 hari 1 malam.
 |
Pos 1 Pondok Gembirung
(2.037 mdpl) |
Pendakian
dari basecamp Bambangan menuju Pos 1 Pondok Gembirung (2.037 mdpl) membutuhkan
waktu sekitar 90 menit dengan medan tanah dan banyak pertanian warga di sekitar
lereng. Di sepanjang perjalanan juga belum terlalu berat karena masih sedikit
tanjakan yang curam dan ditambah di beberapa spot tersedia warung-warung yang
menjual berbagai makanan dan minuman. Warung-warung tersebut tersedia di hampir
setiap Pos 1 sampai Pos 7. Lanjut dari Pos 1 menuju ke Pos 2 Pondok Walang (2.256
mdpl) memakan waktu sekitar 30 menit dengan medan yang hampir sama dengan
sebelumnya dan tentunya ada warung dimana kita bisa menikmati secangkir kopi
panas dan gorengan yang hangat. Terkait dengan harga, harganya pasti di atas
harga normal karena butuh biaya angkut dari basecamp menuju pos-pos yang
dituju, semakin tinggi posnya maka semakin tinggi pula harganya. Untuk beberapa
kasus, saya menyempatkan mampir di Pos 1 dan Pos 2 untuk membeli makanan yang
dibanderol dengan harga yang sama yaitu gorengan Rp. 2.000,00 per gorengan dan
harga buah pisang Rp. 3.000,00 per buah.
 |
Pos 2 Pondok Walang
(2.256 mdpl) |
 |
Pos 3 Pondok Cemara
(2.510 mdpl) |
 |
Pos 4 Pondok Samarantu (2.688 mdpl) |
Perjalanan
selanjutnya, Pos 2 menuju Pos 3 Pondok Cemara (2.510 mdpl) dengan jarak tempuh
skeitar 60 menit dengan medan yang sama dengan sebelumnya dan tentunya jalan
yang dihadapi mulai menanjak ke atas dan cukup berat. Kemudian dilanjutkan dari
Pos 3 menuju Pos 4 Pos Pondok Samarantu (2.688 mdpl) dengan waktu perjalanan
sekitar 45 menit, pos yang terkenal angker ini terlihat biasa saja dan sangat
asri dengan banyaknya pohon-pohon yang besar dan rindang. Tanpa ada pikiran negative,
perjalanan langsung berlanjut ke pos berikutnya, yaitu Pos 5 Samyang Rangkah
(2.972 mdpl) dengan jarak tempuh sekitar 30 menit dari pos 4 dan medannya cukup
berat. Di Pos 5 ini, kami mendirikan tenda kelompok di lapangan yang cukup luas,
tapi tetap waspada saat pendakian liburan seperi ini, karena banyak pendaki
banyak pula tenda yang sudah berdiri.
 |
Pos 5 Samyang Rangkah (2.972 mdpl) |
 |
Pos 6 Samyang Ketebonan (2.909 mdpl) |
Dari
basecamp Bambangan berangkat jam 9 pagi dan sesampainya di Pos 5 jam 5 sore. Kami
pun bergegas mendirikan tenda dan masak-masak. Masakan kali ini sangat spesial
buat gue, yaitu mie instan, yang sering harus gue hindari malah menjadi makanan
bersama di tenda yang cukup untuk 5 pendaki. Dengan lahapnya dan penuh
prasangka baik, gue pun menikmatinya tanpa menghiraukan kesehatan setelah turun
dari gunung, haha. Setelah rehat dan makan malam, kami langsung bergegas
istirahat malam agar dini hari bisa langsung meneruskan perjalanan ke puncak
Gunung Slamet.
 |
Pos 7 Samyang Kendit
(2.040 mdpl) |
 |
Pos 8 Samyang Jampang
(3.092 mdpl) |
 |
Pos 9 Plawangan |
Jam
02.30 dini hari, tepatnya tanggal 17 Agustus 2016, kami langsung mempersiapkan perlengkapan
menuju puncak dan jam 03.00 dini hari kami memulai perjalanan dari Pos 5 menuju
Pos 6 Samyang Ketebonan (2.909 mdpl), Pos 7 Samyang Kendit (3.040 mdpl), Pos 8
Samyang Jampang (3.092 mdpl), dan Pos 9 Plawangan, dengan jarak tempuh sekitar
2 jam. Perlu diperhatikan bahwa di sepanjang jalur pendakian Pos 8 ke Pos 9 dan
Pos 9 ke Puncak merupakan daerah non vegetasi, tidak ada tumbuhan lebat, hanya
tumbuhan edelweiss dan sejenisnya, serta medannya berbatu. Sampai di puncak
sekitar jam 5 pagi, dan langsung mencari spot yang bagus buat menyaksikan sunrise dari ketinggian 3.428 mdpl. Perlu
diperhatikan bahwa suhu di puncak Slamet sangat dingin pada jam tersebut, gue yang
pake jaket gunung tebel, celana jeans, dan sepatu gunung serta tas gendong saja
masih merasakan kedinginan, apalagi yang perlengakapannya kurang dari itu,
bisa-bisa kena hipotermia.
 |
Sunrise di Puncak Gunung Slamet (3.428 mdpl) |
Matahari
terbit di puncak gunung Slamet memang tiada duanya selain menempati posisi
puncak tertinggi di Jawa Tengah, kita bisa melihat puncak-puncak gunung yang
berada di sekelilingnya seperti Puncak Gunung Sindoro-Sumbing, Merapi, Merbabu,
dan sebagainya. Bersyukur atas ciptaan Tuhan YME akan menambah nikmat kita
dalam menyaksikan munculnya matahari dari ufuk timur. Kemudian, kami langsung bergabung
dengan para pendaki lain dan mengikuti upacara bendera merah putih dengan
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sungguh, rasanya terharu bisa menyanyikan lagu
kebangsaan di atas puncak sembari mengenang perjuangan pahlawan Indonesia dalam
mengibarkan bendera kemerdekaan. Hanya doa dari kami yang bisa mengantarkan
kebahagiaan para pahlawan Indonesia di rumah Tuhan YME. Semoga apa yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dapat segera terlaksana dengan lebih baik
dan semoga generasi bangsa Indonesia mempunyai rasa nasionalisme yang lebih
besar ke depannya.
 |
Kiri ke kanan (atas): Mas Ridwan, Mas Yanto, Adi, Yeyen, Fandi
kiri ke kanan (bawah): Mba Surna, Eka, Ari |