Per Ardua Ad Astra

Friday, December 26, 2014

Pelatihan Sensori Integrasi di WKCP

Kamis, 25 Desember 2014, Hari ini merupakan hari raya Natal yang sedang dirayakan oleh kaum atau jamaah Kristen, dengan banyaknya jumlah kendaraan yang berlalu lalang sembari menandakan isyarat bunyi klakson yang saling bersautan di sepanjang perjalanan dengan trayek yang tidak begitu buruk, mereka sangat antusias saling mengejar waktu untuk sampai ke tujuan mereka masing-masing. Begitu juga dengan aku, dengan mengendarai kuda besi berbaju putih-merah dengan mata yang terang, kami (aku dan kuda besi) bergegas cepat berlenggak-lenggok layaknya di panggung cat walk, mengarungi para buaya besi yang saling mengantri bagaikan mendapatkan kupon lotre. Siang sudah tak terasa, jam yang melekat ditangan pun menjunjukkan bahwa dia benar-benar berjalan dan tersenyum dengan jarum pendek di angka 8 lewat dan jarum panjang di angka 6 tepat.  Pikiran sudah jauh melayang dengan ekspetasi “telat” memenuhi isi otak ini karena hanya untuk melakukan aktivitas sebagai volunteer di Pelatihan Sensori Intergrasi (SI) di WKCP.
Waktunya serius!! Hari ini merupakan hari untuk pelatihan SI bagi orang di WKCP, kegiatan yang berlangsung adalah materi SI dan diskusi antara orang tua dengan terapis dari Rumah Sakit Condong Catur (RSCC), yaitu bu iik, kemudian disusul dengan kegiatan pelatihan bagi orang tua dalam memberikan penanganan SI kepada anaknya yang mengalami gangguan Cerebral Palsy (CP). “Sensori Integrasi (SI) merupakan latihan yang bisa dikembangkan di rumah dan dapar dilakukan secara langsung oleh orang tua si anak, sehingga lebih banyak waktu yang tersedia untuk selalu memberikan rangsangan atau stimulus kepada anak, hal tersebut diharapkan dapat membeikan manfaat bagi perkembangan anak menuju kea rah yang positif, tentunya untuk melakukan program tersebut perlu pendampingan terapis secara intensif.” Ujar bu iik.
Banyak orang tua yang mempunyai asumsi bahwa program tersebut harus dilakukan oleh yang ahli agar benar-benar terpantau, tetapi hanya mengandalkan sang ahli bukan merupakan kewajiban yang serta merta harus dilakukan, karena sebagian besar aktivitas anak bersama orang tua atau kerabat dekatnya, bukan dengan sang ahli, sang ahli hanya lebih mendalami tentang dunia keahliannya, secara kualitas ya, tapi tidak secara kuantitas. Oleh karena itu, bu iik menekankan bahwa perlunya orang tua bisa memberikan penanganan secara terpadu di rumah merupakan langkah awal yang baik, tentunya dengan pantauan sang ahli melalui coretan pulpen di atas kertas sebagai perantara informasi.

Apa saja alat dan bahan yang bisa di gunakan untuk latihan sensori integrasi bagi anak?
Di WKCP ada berbagai macam alat yang mempunyai fungsi yang hampir berbeda, seperti papan keseimbangan untuk melatih anak dalam menyeimbangkan posisi tubuh, ayunan untuk merangsang genggaman gerakan otot tangan, bola terapi untuk melatih ketangkasan anak, panjat-prosotan untuk melatih ketangkasan kaki dalam menyesuaikan permukaan jalan, puzzle untuk melatih koordinasi sensori dan motoric, manik-manik untuk melatih keterampilan motoric halus anak serta mengasah keterampilan dalam meronce, dan sebagainya. Apabila anak di rumah tidak mempunyai fasilitas seperti diatas, orang tua dapat berkreasi sendiri, seperti menggunakan bantal guling sebagai pengganti bola terapi. Pada intinya adalah memberikan aktivitas yang mendukung proses perkembangan anak, sengan semakin banyak dan sering stimulus yang positif, semakin cepat anak mengalami perkembangan yang baik.
Bagaimana dengan anak yang belum bisa diarahkan (patuh), mereka masih suka asyik dengan dunianya sendiri?
Tentunya dalam memberikan aktivitas ke anak tidak langsung secara pasti harus dilakukan, kadang butuh penyesuaian bagi anak, seperti memberikan kesempatan anak bermain sendiri terlebih dahulu, kemudian diberikan arahan untuk latihan yang akan dituju. Apabila anak masih asyik dengan dunianya sendiri, perlu adanya aktivitas untuk mengalihkan perhatiannya, misal menggunakan benda kesukaannya.
Bagaimana dengan kebosanan yang melanda pada saat pelatihan ke anak?
Memang benar, dalam memberikan penanganan kepada anak cerebral palsy, hasilnya tidak langsung tampak, banyak anak yang membutuhkan proses yang diulang-ulang sampai 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun, bahkan 1 windu. Hal tersebut memang diperlukan kesabaran yang ekstra, tetapi orang tua juga manusia biasa, pasti ada batasan dalam hal kesabaran. Hal yang perlu diperhatikan adalah banyak bahan dan kreatifitas yang bervariasi yang setidaknya dapat mengurangi rasa bosan, seperti hari ini adalah aktivitas meronce menggunakan manik-manik, sedangkan hari besok meronce menggunakan biji-bijian. Orang tua juga bisa melakukan eksperimen tersendiri, tentunya tidak lepas dari program yang saat itu sedang dilakukan.

PS. Volunteer yang datang hari ini adalah Meisya, Dewi, Fathin, Aku, Zain, Yeni, Mba Ichun, dan Widodo, didampingi juga oleh pengurus WKCP bu Reni. Terima kasih untuk hari-hari yang bermanfaat bersama kalian, break a leg!! Cukup sekian dulu dari aku, Adi Suseno.

0 comments:

Post a Comment