Kamis, 25
Desember 2014, Hari ini merupakan hari raya Natal yang sedang dirayakan oleh
kaum atau jamaah Kristen, dengan banyaknya jumlah kendaraan yang berlalu lalang
sembari menandakan isyarat bunyi klakson yang saling bersautan di sepanjang perjalanan
dengan trayek yang tidak begitu buruk, mereka sangat antusias saling mengejar
waktu untuk sampai ke tujuan mereka masing-masing. Begitu juga dengan aku,
dengan mengendarai kuda besi berbaju putih-merah dengan mata yang terang, kami
(aku dan kuda besi) bergegas cepat berlenggak-lenggok layaknya di panggung cat
walk, mengarungi para buaya besi yang saling mengantri bagaikan mendapatkan
kupon lotre. Siang sudah tak terasa, jam yang melekat ditangan pun menjunjukkan
bahwa dia benar-benar berjalan dan tersenyum dengan jarum pendek di angka 8 lewat
dan jarum panjang di angka 6 tepat. Pikiran
sudah jauh melayang dengan ekspetasi “telat” memenuhi isi otak ini karena hanya
untuk melakukan aktivitas sebagai volunteer di Pelatihan Sensori Intergrasi
(SI) di WKCP.
Waktunya serius!!
Hari ini merupakan hari untuk pelatihan SI bagi orang di WKCP, kegiatan yang
berlangsung adalah materi SI dan diskusi antara orang tua dengan terapis dari
Rumah Sakit Condong Catur (RSCC), yaitu bu iik, kemudian disusul dengan kegiatan
pelatihan bagi orang tua dalam memberikan penanganan SI kepada anaknya yang
mengalami gangguan Cerebral Palsy (CP). “Sensori Integrasi (SI) merupakan
latihan yang bisa dikembangkan di rumah dan dapar dilakukan secara langsung
oleh orang tua si anak, sehingga lebih banyak waktu yang tersedia untuk selalu
memberikan rangsangan atau stimulus kepada anak, hal tersebut diharapkan dapat
membeikan manfaat bagi perkembangan anak menuju kea rah yang positif, tentunya
untuk melakukan program tersebut perlu pendampingan terapis secara intensif.” Ujar
bu iik.
Banyak orang
tua yang mempunyai asumsi bahwa program tersebut harus dilakukan oleh yang ahli
agar benar-benar terpantau, tetapi hanya mengandalkan sang ahli bukan merupakan
kewajiban yang serta merta harus dilakukan, karena sebagian besar aktivitas
anak bersama orang tua atau kerabat dekatnya, bukan dengan sang ahli, sang ahli
hanya lebih mendalami tentang dunia keahliannya, secara kualitas ya, tapi tidak
secara kuantitas. Oleh karena itu, bu iik menekankan bahwa perlunya orang tua
bisa memberikan penanganan secara terpadu di rumah merupakan langkah awal yang
baik, tentunya dengan pantauan sang ahli melalui coretan pulpen di atas kertas
sebagai perantara informasi.
Apa
saja alat dan bahan yang bisa di gunakan untuk latihan sensori integrasi bagi
anak?
Di WKCP
ada berbagai macam alat yang mempunyai fungsi yang hampir berbeda, seperti papan
keseimbangan untuk melatih anak dalam menyeimbangkan posisi tubuh, ayunan untuk
merangsang genggaman gerakan otot tangan, bola terapi untuk melatih ketangkasan
anak, panjat-prosotan untuk melatih ketangkasan kaki dalam menyesuaikan
permukaan jalan, puzzle untuk melatih koordinasi sensori dan motoric,
manik-manik untuk melatih keterampilan motoric halus anak serta mengasah
keterampilan dalam meronce, dan sebagainya. Apabila anak di rumah tidak
mempunyai fasilitas seperti diatas, orang tua dapat berkreasi sendiri, seperti
menggunakan bantal guling sebagai pengganti bola terapi. Pada intinya adalah
memberikan aktivitas yang mendukung proses perkembangan anak, sengan semakin
banyak dan sering stimulus yang positif, semakin cepat anak mengalami
perkembangan yang baik.
Bagaimana
dengan anak yang belum bisa diarahkan (patuh), mereka masih suka asyik dengan
dunianya sendiri?
Tentunya dalam
memberikan aktivitas ke anak tidak langsung secara pasti harus dilakukan,
kadang butuh penyesuaian bagi anak, seperti memberikan kesempatan anak bermain
sendiri terlebih dahulu, kemudian diberikan arahan untuk latihan yang akan
dituju. Apabila anak masih asyik dengan dunianya sendiri, perlu adanya
aktivitas untuk mengalihkan perhatiannya, misal menggunakan benda kesukaannya.
Bagaimana
dengan kebosanan yang melanda pada saat pelatihan ke anak?
Memang benar,
dalam memberikan penanganan kepada anak cerebral palsy, hasilnya tidak langsung
tampak, banyak anak yang membutuhkan proses yang diulang-ulang sampai 1 minggu,
1 bulan, 1 tahun, bahkan 1 windu. Hal tersebut memang diperlukan kesabaran yang
ekstra, tetapi orang tua juga manusia biasa, pasti ada batasan dalam hal
kesabaran. Hal yang perlu diperhatikan adalah banyak bahan dan kreatifitas yang
bervariasi yang setidaknya dapat mengurangi rasa bosan, seperti hari ini adalah
aktivitas meronce menggunakan manik-manik, sedangkan hari besok meronce
menggunakan biji-bijian. Orang tua juga bisa melakukan eksperimen tersendiri,
tentunya tidak lepas dari program yang saat itu sedang dilakukan.
PS. Volunteer yang datang hari ini adalah Meisya, Dewi, Fathin, Aku, Zain, Yeni, Mba Ichun, dan Widodo, didampingi juga oleh pengurus WKCP bu Reni. Terima kasih untuk hari-hari yang bermanfaat bersama kalian, break a leg!! Cukup sekian dulu dari aku,
Adi Suseno.