Per Ardua Ad Astra

  • This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Sunday, February 13, 2022

Beyond Challenges in Syracuse

Close friends in Syracuse

My Academic Supervisor and I

There is no such thing as climbing to the top obstacle free.” ~ Ben Lionel Scott
Setelah berhasil mendapatkan beasiswa USAID PRESTASI, kerabat dekat dan orang-orang di sekitar turut memberikan apresiasi serta dukungan kepada saya dalam menempuh pendidikan master di Amerika. Saya merasa bersyukur atas peran mereka dalam memotivasi saya untuk lebih bersemangat dalam menjalani masa perkuliahan di negeri Paman Sam.
Bagi saya, berbagi kabar bahagia kepada adalah perkara yang wajib dari mulai gaya pembelajaran di Amerika yang konstruktif hingga tempat-tempat terbaik untuk pergi berwisata. Membersamai kabar tersebut, banyak hambatan yang turut menjadi penghias perjalanan saya. Tentunya, hal-hal seperti itu sengaja tidak saya ekspos agar tidak membuat cemas keluarga saya di Indonesia dan tidak membuat semangat teman-teman ikut menciut untuk melanjutkan studi di Amerika. Dalam kesempatan ini, saya akan membahas beberapa kendala yang saya temui ketika menjalani masa studi di Amerika beserta cara untuk mengatasinya.
Hambatan yang pertama bagi saya adalah kepercayaan diri. Saya sering merasa tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan merasa canggung untuk tampil di depan kelas, bahkan untuk sekedar mengajukan pertanyaan dan menyampaikan pendapat di depan mahasiswa lainnya. Hal ini berbanding terbalik dengan aktivitas di kelas yang mengharapkan semua mahasiswa berperan serta di setiap kegiatan. Cara yang saya lakukan untuk mengatasi kendala ini adalah meningkatkan keikutsertaan di kelas. Saya membuat catatan pribadi untuk memudahkan dalam memahami materi, kemudian saya menjelaskannya pada forum diskusi kelas. Untuk presentasi, saya sering menggunakan rangkuman dan menyisipkan rekaman suara pada file presentasi, sehingga jika saya grogi saya bisa membaca catatan saya dan/atau menyetel rekaman saya di depan kelas. Hal itu sangat membantu saya dalam mengatasi ketidakpercayaan diri perasaan grogi di kelas.
Terbatasnya kemampuan dalam berkomunikasi dan mendengar bahasa Inggris juga masih menjadi momok tersendiri dalam mengikuti perkuliahan di kelas. Perihal itu tentunya berpengaruh pada penyerapan ilmu yang kurang maksimal. Beberapa cara yang saya lakukan untuk menanganinya adalah menggunakan perekam suara dan memanfaatkan office hours.Sebelum merekam aktivitas di kelas, saya meminta izin kepada dosen terkait penggunaan voice recorder untuk mereview materi kembali di rumah jika ada perihal yang kurang jelas. Ketika cara tersebut kurang efektif, saya membuat janji dengan dosen untuk mendiskusikan materi yang sulit dipahami.
Untuk meningkatkan kemampuan tersebut, saya mengikuti beberapa aktivitas kampus seperti percakapan grup bagi mahasiswa internasional dan acara seminar/workshop yang dilaksanakan tiap bulan. Kegiatan seperti ini tentu membantu saya dalam mempertajam kemampuan berkomunikasi, terlebih karena melibatkan native speakerssebagai fasilitator. Di samping itu, saya juga berusaha membiasakan diri untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial dan mengikuti kegiatan belajar kelompok yang diadakan di luar kelas. Tentu saja apa yang saya lakukan untuk menghadapi ujian tersebut tidaklah mudah. Butuh banyak kerja keras dan waktu untuk membangun kapasitas diri dalam berkomunikasi. Namun, hasil tidak pernah menghianati sebuah usaha. Saya dapat merasakan mandaat dan hasil dari beberapa kegiatan yang saya ikuti. Terlebih dari itu, saya juga belajar berbagai macam budaya dan memperluas jaringan pertemanan.
Kendala selanjutnya adalah kemampuanwritingdan readingyang tak jarang membuat saya frustasi. Misalnya, tugas readingsmateri mata kuliah yang setiap minggu harus dibaca. Ada kalanya saya membutuhkan waktu untuk istirahat sejenak, namun tugas tetap harus diselesaikan dengan segera. Beberapa cara yang saya lakukan untuk menguasai readingsadalah dengan menjawab rumus what, who, when, where, why, dan how. Pertanyaan tertera memudahkan saya dalam mencerna isi teks. Selain itu, saya juga membuat ikhtisar beserta daftar pertanyaan untuk digunakan sebagai bahan diskusi di kelas. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan writing, hampir setiap minggu saya membuat janji di writingcenteruntuk memeriksa hasil tulisan dan berkonsultasi dengan tutor terkait paraphrasing, writing style, grammar, dan lain-lain.
Selain hambatan akademis, saya juga mengalami kesulitan dalam hal-hal yang bersifat personal. Misalnya, perasaan rindu kepada keluarga di Indonesia, merasa kesepian, penyesuaian diri dengan budaya setempat, dan cuaca yang berbeda dengan yang ada di Indonesia. Hambatan seperti ini jika tidak diatasi dengan segera, akan terakumulasi ke alam bawah sadar dan dimanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan yang merugikan hingga menimbulkan perasaan tertekan yang lebih jauh lagi. Untuk melalui posisi tersebut, saya menggunakan fasilitas kampus “Counseling Center” yang ditangani oleh konselor berpengalaman. Dalam proses konsultasi, saya belajar untuk memahami diri sendiri dan lingkungan sekitar, memilah akar permasalahan dan cara mengatasinya, serta memelihara kondisi agar selalu berpikiran positif.
Demikian restriksi yang saya rasakan sebagai mahasiswa internasional di Amerika. Selain mendapatkan bonus dalam berbagai kesempatan untuk mencari pengalaman akademis dan mengeksplorasi tempat-tempat wisata, berbagai hambatan turut menjadi bagian terpenting dari hidup saya. Secara bergantian, tantangan tersebut muncul dari berbagai arah dan dengan cara yang bervariasi. Menghadapi tantangan membuat saya belajar lebih banyak lagi.
Pengalaman saya dari segi akademis dan persiapan di kelas adalah hal yang penting bagi saya. Semakin saya siap dengan bekal ringkasan bacaan, tugas-tugas, dan daftar pertanyaan, semakin saya semangat untuk berangkat kuliah dan berpartisipasi aktif di kegiatan kelas. Selain itu, menjalin komunikasi yang intens dengan dosen dan orang-orang di sekitar juga turut berperan serta dalam proses belajar saya kali ini. Pesan saya, manfaatkanlah sumber belajar yang disediakan oleh kampus seperti writing center, international office, dancounseling centeruntuk membantu dalam mengatasi kendala-kendala yang ada.
Bagi saya, proses menjalani masa perkuliahan di Amerika bak perjalanan mendaki ke puncak gunung. Banyak tantangan yang harus dilalui untuk sedikit demi sedikit menapakkan kaki ke puncak. Saya bersyukur telah diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi di Amerika. Hal ini tak lepas dari dukungan dan doa orang-orang di sekitar, dan termasuk kepada USAID PRESTASI yang telah memberikan saya kepercayaan untuk berkontribusi dan berdedikasi aktif untuk negara Indonesia di kemudian hari. Perjalanan ini tidak mudah, dan banyak tantangan yang harus dihadapi. Tinggal bagaimana cara kita menghadapinya. Semakin berani, semakin banyak belajar, akan membuat kita semakin dekat dengan puncak kemenangan.

Friday, January 24, 2020

Perpanjangan SIM C di Kebumen

Seseorang sedang mengisi form perpanjangan SIM di ruang tunggu. 
Halo gaes, hari ini saya mau berbagi pengalaman dalam memperpanjang SIM C di area Kebumen. SIM saya expired pada 27 Januari 2020, dan saya melakukan perpanjangan pada 24 Januari 2020. Sebelumnya saya tidak tahu jika SIM C saya expired bulan ini tanpa adanya operasi kendaraan di area Prembun, Kebumen. Sisi baiknya dari operasi tersebut yaitu memberi tahu informasi terkait surat-surat berkendara dan info mengenai persyaratan perpanjangan SIM. Berikut sedikit yang bisa saya bagikan mengenai pengalaman dalam memperpanjang SIM C di Sat Lantas Polres Kebumen di Jalan HM Sarbini, Mertokondo, Bumirejo, Kebumen. Sebelumnya, untuk lokasi perpanjangan SIM di Kebumen bisa dilayani di Sat Lantas Polres Kebumen dan Gedung Haji beralamat di Jalan Veteran No.22, Kebumen. Perlu diingat ya, di Gedung Haji hanya melayani perpanjangan SIM saja, tidak termasuk pembuatan SIM baru. Adapun persyaratan beserta detailnya terkait perpanjangan masa berlaku SIM tersebut diantaranya;

  1. FC KTP 2 lembar dan bawa KTP asli
  2. SIM Asli yang masa berlakunya akan segera berakhir atau expired
  3. Surat Keterangan (SK) Sehat dari Asrama Bhayangkara Kebumen di Jalan HM Sarbini No.83, Kebumen. Untuk mendapatkan SK Sehat, pemohon bisa antre di bagian pintu masuk (tanya ke petugas karena biasanya tempat ramai dan antrean panjang). Setelah mendapatkan nomor antrean, pemohon menunggu di ruang tunggu sampai dipanggil nomornya dan harus mempersiapkan KTP asli. Kemudian petugas akan mengecek tinggi badan dan berat badan. Setelah itu, pemohon harus membayar Rp.40.000,- untuk biaya cek kesehatan tersebut dan akan mendapatkan (secarik kertas) detail dari hasil cek kesehatan tersebut. Dan tahap terakhir, pemohon menunggu di bagian komputer dan petugas akan mengecek detail, KTP asli, dan pengambilan foto kemudian akan diproses untuk SK Sehat yang akan digunakan untuk perpanjangan SIM. Jam operasional Asrama ini mulai pukul 07.00 s/d 15.00 WIB. Untuk menghindari antrean yang panjang, pemohon sebaiknya datang awal.
  4. Form Perpanjangan SIM. Form tersebut dapat didapatkan dari petugas yang ada di gardu depan di dekat pintu gerbang. Sebelum masuk ke gedung utama, pemohon lapor ke petugas di gardu depan dan sekaligus diminta untuk menunjukkan FC KTP 2 lembar, SIM asli, dan SK Sehat. Kemudian akan diberikan form untuk diisi setelah memenuhi persyaratan tersebut. Pengisian form bisa dilakukan di dalam gedung yang menyediakan pulpen. Apabila mengalami kesulitan dalam mengisi form, sebaiknya tanyakan ke petugas yang berjaga di loket. Setelah mengisi form tersebut dengan lengkap, kemudian pemohon menyerahkannya beserta FC KTP 2 lembar, SIM Asli, dan SK Sehat di loket nomor 1 serta menyiapkan biaya administrasi Rp.75.000,-. Setelah itu, pemohon menunggu di kursi tunggu untuk dipanggil namanya oleh petugas. Saat dipanggil oleh petugas, pemohon akan mendapatkan form cetakan sekaligus diminta untuk ke ruang foto. Saat di ruang foto, pemohon menyerahkan form tersebut dan bisa merapikan diri serta disarankan untuk berpakaian rapi. Petugas juga menyediakan baju lengan panjang berkerah dan batik apabila pemohon tidak memakai pakaian yang laik. Setelah siap dan rapi, petugas akan mempersilahkan duduk, melakukan verifikasi data sebelum diproses lanjut seperti data pribadi, dan mengambil sidik jari dari tangan kanan dan kiri, serta melakukan tanda tangan. Setelah itu, petugas akan mengambil foto pemohon. Setelah foto, petugas mempersilahkan pemohon untuk menunggu pencetakan SIM di luar ruangan dan akan dipanggil saat SIM sudah dicetak. Jadi untuk total biaya perpanjangan SIM C di Kebumen sebesar Rp115.000,-. Semoga membantu dan segera melakukan perpanjangan SIM sebelum expired untuk menghindari pembuatan ulang. Terima kasih!

Saturday, December 7, 2019

Meta-cognitive Course Analysis by Adi Suseno

Gambar terkait
https://waterscousa.com/blogs/news/dehydration-and-the-brain

The purpose of this assignment is to organize a collection of materials and reflect upon your experiences, learning, effort and thinking throughout this semester. The collection of materials includes:
  1. Selection and description of your favorite work from this class.
I think my favorite work in this class is the final group project. The purpose of this work is not only to create a publishable paper but also to experience me in working with a group thoroughly. I love the idea of how the class gives us time to discuss about norms in a group, to guide us to manage the project and takepart in a role through team meeting minutes, and to reflect on each of us after completing the project--what I have learned from the group project and how I could improve myself the next time I work with others. All in all, this project provides both experiences in academics and practices as collaborative teamwork looks like.
  1.  A listing of 10 important materials you have collected over the semester and a description of what they taught you (e.g., activities, readings, handouts, etc.)
  1. Paraprofessionals
What I thought of paraprofessionals in schools was those who had professional or specific skills such as medical specialists, pedagogists, technology experts, and parents. However, this course broadened my viewpoints in which the role of unprofessional people such as cafeteria workers, school janitors, and security officers also important to get involved in designing a student’s program. They can provide their perspectives on how the student interacts with peers out of class or any information
  1. Co-teaching arrangements
As a special education teacher in an inclusive school back home, I have yet experienced six co-teaching arrangements in an inclusive classroom. Those approaches blew me away, and I hope I can discuss with my co-teachers and implement them in an inclusive school where I will work together. Besides, this idea is an alternative way instead of a pull-out program for students with diverse learning needs that usually happens in schools.
  1. Presuming competence
This term taught me how to not see kids from my perspective only, but also to clarify or confirm what I notice by touching base with parents, kid’s peers, and others. Also, this emphasizes that what I should see is positive things that help me better understand and put the positive ones in my lesson plan.
  1. The principles of UDL
What I learned from this is that teachers should be familiar with the principles of UDL to have multiple ideas to develop the class opportunity for students with diverse learning needs so they are easier to takepart in the classroom. 
  1. 30 Days to the co-taught classroom by Paula and Kluth
This reading is simple, practical and meaningful for me. It also offered me step-by-step skills to understand how collaborative teamwork in the classroom works. Through this book, I learned how to communicate effectively with co-teachers, how to appreciate our joint plans, and how to celebrate our efforts.  
  1. Book club activities
The book activities have taught me better understand how the books represent issues in disabilities. As the book of the school bus I read, I learned that they who are diagnosed as having disabilities must have rights to everything as others do. However, social judgment sometimes draws them back in which we should do in reverse. By reading this book, I noticed that the first-hand author with a disability brought me to see beyond what people called “a disability”. I mean, with getting to know people with disabilities, we could see them in positive ways instead of “what they cannot do”.
  1. The reading of maintaining inclusive classrooms
What I can takeaway from this reading is that it is important to maintain the relationship among teachers by getting to know one another continuously, to solve problems together by trying multiple problem-solving techniques, and to take care of themselves by giving personal spaces out of academics.
  1. Community builders
I enjoyed the community builder conducted by Melvina and Mai that let all participants stay calm in darkness with gentle music. What I learned is that community builders can be set like meditation to achieve a mentally clear and emotionally calm and stable state. I would love to practice it in the classroom with students and hope it will work and let students more focus in the class.
  1. Celebrations
This reading helped me appreciate my efforts in schools in which celebration rarely happens because teachers have many things to do with academics and administration in Indonesia. The idea of a celebration is great for me to appreciate teachers’ efforts and to build a support system in schools. 
  1. The collective sharing
I do love this assignment because I can learn from paraprofessionals directly and practically. Their experiences were valuable to me. Also, the idea of interviewing them allowed me to explore more than what the assignment wanted. For example, when I questioned a Speech-Language Pathologist, I could get information on how to infuse AAC devices in the classroom. 
  1. A description of changes to your personal philosophy, understandings or attitudes about teaching and learning.
This is a great question. For my philosophy, attending a school is not about academics but also social justice where all students with diverse learning needs have the same right and opportunity as others do. To create this environment, the understanding of collaboration and cooperation in schools is pivotal for teachers and paraprofessionals. The more they perceive that intended meaning in the name of social justice, the more students feel a sense of belonging at schools. Moreover, these readings’ class has improved my understanding of teaching and learning such as about presuming competence, positive student profiles, approaches to co-teaching, and working things out collaboratively. To conclude, the class of collaboration and cooperation in schools has infused me with many great scholarships theoretically and practically.
.

Tuesday, October 8, 2019

Augmentative and Alternative Communication (AAC)

Seorang perempuan sedang menunjuk sesuatu di layar kepada seorang anak.
Berdasar pada Evidence-Based Instructional Practices (EBIP), sebuah website yang fokus pada praktik instruksi pada anak dengan autisme dan disabilitas lain, pengertian AAC dikutip dari American Speech-Language-Hearing Association (ASHA) yaitu “all forms of communication (other than oral speech) that are used to express thoughts, needs, wants, and ideas. It enables the individual to communicate effectively in a variety of settings”. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa AAC merupakan bentuk komunikasi selain berbicara atau komunikasi lisan yang ditujukan untuk mengemukakan pikiran, kebutuhan, keinginan, dan ide-ide, yang memungkinkan seseorang dapat berkomunikasi secara efektif dalam berbagai situasi. Contohnya, seorang anak menarik baju ibunya dan menunjuk ke arah toko mainan dengan tujuan menyampaikan keinginannya si anak untuk pergi ke toko tersebut. Contoh lainnya adalah, si anak menggambar sesuatu dan menunjukkan ke ibunya untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkannya.
Hal yang dilakukan oleh si anak adalah contoh penggunaan gesture atau bahasa tubuh untuk berkomunikasi. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi AAC yang terbagi menjadi empat tujuan, yaitu:
  1. komunikasi untuk kebutuhan dan keinginan dasar, yang memungkinkan pengguna AAC mengatur perilaku pendengar seperti memberitahu atau menjelaskan kebutuhan
  2. komunikasi untuk transfer informasi, pengguna AAC dapat menyampaikan informasi melalui berbagi, menceritakan kembali, dan berdiskusi mengenai isu tertentu
  3. komunikasi untuk interaksi sosial, yang memungkinkan pengguna AAC untuk tetap terkoneksi atau terhubung dengan masyarakat seperti bercanda, simpati, dan menghibur orang lain
  4. komunikasi untuk tata krama kesopanan di masyarakat, pengguna AAC dapat menyesuaikan diri dengan komunikasi yang sopan sesuai nilai masyarakat setempat 

AAC digunakan oleh seseorang yang mengalami keterbatasan dalam komunikasi lisan dan berdampak negatif pada proses penyampaian pikiran, kebutuhan, keinginan, dan ide-ide secara efektif. Oleh karena itu, AAC menjadi perhatian penting mengingat bahwasannya setiap orang mempunyai hak untuk mengekspresikan pilihan pribadi atau perasaan, hak untuk mendapat pilihan atau alternatif, serta hak untuk mengakses informasi laiknya masyarakat umum. Sepadan dengan American Speech-Language-Hearing Association (ASHA), asosiasi yang terdiri dari orang-orang yang berkecimpung di bidang pendengaran dan bahasa, deklarasi hak-hak untuk berkomunikasi untuk orang dengan disabilitas berat mencakup 15 poin yang diantaranya;
  1. hak untuk berinteraksi sosial, memelihara kedekatan sosial, dan membangun hubungan sosial
  2. hak untuk mengajukan barang, aksi, kegiatan, dan orang yang sesuai dengan keinginan
  3. hak untuk menolak pilihan yang tidak sesuai dengan keinginan
  4. hak untuk mengekspresikan pilihan pribadi dan perasaan
  5. hak untuk membuat pilihan dari alternatif tertentu
  6. hak untuk membuat komentar dan mengemukakan opini
  7. hak untuk meminta dan memberi informasi termasuk informasi mengenai perubahan kebiasaan dan lingkungan
  8. hak untuk diinformasikan mengenai orang dan kegiatan di lingkungan sekitar
  9. hak untuk mengakses dukungan dan intervensi yang dapat meningkatkan komunikasi
  10. hak untuk memiliki regulasi berkomunikasi yang diketahui meskipun hasilnya tidak dapat dicapai
  11. hak untuk mendapat akses ke AAC, Assistive Technology (AT) dan alat bantu lainnya
  12. hak untuk mengakses konteks, interaksi dan kesempatan di lingkungan yang mempromosikan partisipasi sebagai mitra komunikasi dengan orang termasuk teman sebaya
  13. hak untuk diperlakukan dan disapa dengan hormat dan santun
  14. hak untuk disapa secara langsung dan tidak melalui orang ketiga ketika berada di posisi hadir
  15. hak untuk mendapat komunikasi yang pantas secara bahasa, kultur, arti dan kejelasan.
Communication Bill of Rights
for Persons with Severe Disabilities
Secara sederhana, AAC bisa didefinisikan sebagai cara berkomunikasi secara efektif selain berkomunikasi lisan dan bisa dilakukan dengan alat bantu ataupun tidak. Selain memberikan keadilan untuk berkomunikasi, penggunaan AAC bagi orang yang mengalami keterbatasan dalam komunikasi lisan mempunyai dampak positif pada perkembangan bicara dan pengguna dapat mengembangkan kemampuan bicara dengan lebih cepat. 

Sumber:
American Speech-Language-Hearing Association. Retrieved from https://www.asha.org/uploadedFiles/NJC-Communication-Bill-Rights-Poster.pdf on Tuesday, October 8, 2019.
Evidence-Based Instructional Practices. Retrieved from http://ebip.vkcsites.org/augmentative-and-alternative-communication/ on Tuesday, October 8, 2019.
Sumber Gambar:

Monday, October 7, 2019

Apple Picking di Abbott Farms


Pohon Apel
Minggu, 6 Oktober, adalah kali pertama saya ikut kegiatan Apple Picking di Abbott Farms yang berlokasi di Baldwinsville, New York, yang diadakan dari kegiatan rekreasi Syracuse University (SU). Hal ini sudah menjadi kegiatan tahunan rutin oleh SU karena musim gugur (Fall) merupakan masa yang tepat untuk Apple Picking. Untuk mengikuti kegiatan ini, mahasiswa bisa registrasi online melalui Wellness Portal dan dikenakan biaya $6 atau sekitar Rp.85.000,00 yang termasuk biaya transportasi pergi-pulang, satu plastik apel, masuk ke corn maze dan animal farm, naik gerbong barang mengelilingi perkebunan, dan mencoba apple canon.

Satu gerobak apel.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah registrasi kegiatan adalah datang tepat waktu di College Place, tempat pemberhentian bis di Syracuse University, pada jam 12.20 siang. Di sana, ada beberapa bis sekolah berwarna kuning (School Bus). Untuk check in, volunteer dari mahasiswa SU akan meminta kita untuk menunjukkan Student Identity dan memastikan bahwa nama kita ada di list. Pada saat hari itu, cuaca agak mendung jadi setiap peserta dihimbau untuk membawa payung atau rain coat untuk jaga-jaga. Obat pribadi juga disarankan untuk dibawa. Untuk makan siang, peserta juga dihimbau membawa sendiri karena panitia tidak menyediakan makanan. Kemudian, bis akan balik ke SU jam 16.00 sore.


Pumpkins sudah dipanen sebagai persiapan Halloween. 

Hal-hal seperti inilah yang menjadi wawasan tambahan selain menjadi mahasiswa internasional di Amerika. Kegiatan non-akademik yang memberikan kesempatan untuk mengunjungi perkebunan di Amerika dan berinteraksi langsung dengan pengelola kebun menjadi pilihan alternatif di sela kesibukan tugas akademik. Selain itu, hal ini juga menambah pertemanan dengan mahasiswa lain.

Sunday, March 3, 2019

Another Reflection on the Science Class

One of the classrooms that I am in.
On Thursday (2/28), I went to the Science class for grade 8 and observed the whole class activity started from 08.00 to 08.57 in the morning. The class was taught by the main teacher, a co-teacher, and a consultant teacher. The objective of class activity was to deliver academic materials about animal and plant cells, sexual and asexual reproductions, and internal organs. The class was divided into three stations in which every station would discuss one particular material. The class disposition was arranged by the teachers, so that, when the students came in, the teacher let them notice the group division posted on the projector in order to know in which group they were. It was also an advantage for the teacher to check the student’s presence. After being familiar with the group division, the students sat down in the tables fraught with learning tools such as colorful markers and a set of internal organ pictures, and the teachers shared the goal of the class activities and explained what the students do in every group. Section 1 would discuss animal and plant cells by demonstrating puzzles. They were instructed to color scattered fragments printed on a paper, and then, they cut and glued it on another paper. The result would be two puzzles showing pictures of animal and plant cells.
For section 2 talking over internal organs by matching pictures to its function, the students worked with a consultant teacher on it. The teacher checked actively the students in terms of making sure that they matched the picture and its function correctly. The black and white pictures of internal organs were so many and took time to match. Lastly, the third group presented the reading of sexual and asexual reproduction with a co-teacher. In this activity, the teacher and the students read the material. The teacher took a turn first and asked the students to read it alternately and voluntarily. After doing the reading, the teacher took some vocabularies from the passage and searched its synonyms such as “same” is similar to “identical” and “equal”. Then, when the teacher explained about the reproduction by pictures, the students filled out the individual worksheet.
Given the aforementioned one-hour observation, I think the class activity was good enough to accommodate all students.  By looking up to the UDL checklist, the class included the three principles of UDL, which are representation, expression, and engagement. Firstly, the class provided multiple means of representation in which the teachers used visual prompts to help students such as pictures and highlighted important points in salient colors. Then the teacher used gestures or auditory cues every time. To me, the teachers tried so well to elaborate on the visual and auditory prompts to give a broad range of learning styles. But, I think it would be better if they use a video with caption aired in front of the class and give the students a choice in what group they are. It will let the students select their group based on their preference and experience or previous learning. What is more, it would be a barrier for two ELL students if the class offers all English texts in readings. I guess it would be great if the class supplies native language texts in materials and/or facilitates them with an ELL teacher in the class. Other than that, I really agree with the class setting grouping the students into small sections with a certain focus. It allows them to learn about both academic knowledge and social skills.
For the second principle, the class set multiple means for action and expression in which the students could co-opt the way of presentation of their works. For example, the student that had done with their project informed the teacher that she wanted to demonstrate it outside of class, then the teacher followed. Other than that, teachers maximized the learning devices such as powerpoint, Quizlet, and Mindmap, and I assume that puzzles and pictures are also low assistive technology to help the students in understanding. Despite the fact that these learning types of equipment feed visual prompts only, the teachers often use spoken and body language to explain it more. The teachers repeatedly checked the students whether or not they already understood and allowed the students to express their comments, questions, and feedback of the class activity. My reflection on this is that learning tools mostly serve particular learning styles. It would be a barrier if the visual prompts are only used as it is without being equipped with verbal explanation and/or body language.
The last is about how to provide multiple means of engagement. For this one, the class activity was truly engaging for the students. They were encouraged to participate in the class lively. And, the small sections triggered social interaction within groups. The objective of class activity was easily understood and the rubric was also delivered through the class, so students knew what they did exactly. Besides, the teachers offered additional time to complete the project during lunch or intervention sessions if the students needed. I believe that the class was so impressive, and it would be more impactful if it also provides more positive behavior support because there were some students in needs of that based on the IEP student program.
To sum up, If I practice this in my class, I would rather play a video with a caption related to the topics in the class and let the students get involved in opting their own small groups with given themes in the classroom after watching the video. It is important to the students because what they perceive based on the video and individual prior experience would be diverse, and by choosing their own small groups, they would be persistently comfortable with that. Afterward, I can spread the rubrics and certain subjects like the teachers did above. Other than that, I would ask the ELL students on what their preferences whether they need an ELL teacher or alternative native texts or what works for them, and I would like to put positive behavior support by using a token economy system to meet their needs. In consequence, the students would be a part of decision makers in the class activities.
Thank you for reading, I hope you can get the points what I am trying to deliver. Feel free to comment below if you need something to talk about. Have a halcyon day!